Postingan

PINDAH

Gambar
Jadiiiiii...... Gue sadar banget ini blog udah terbengkalai, udah banyak sarang laba-labanya, udah ada gembel yang suka numpang tidur di emperannya:( Gimana, ya. Gue juga masih bingung ini blog mau gue pake buat apaan. Dulu kan tujuannya buat blog itu buat gue posting cerpen-cerpen serta puisi-puisi patah hati gue yang ALHAMDULILLAH udah gue apusin! Haha, jijik gitu sih gue bacanya. Tapi ya namanya manusia kan harus bisa berdamai sama masa lalunya, makanya itu gue hapusin biar nggak ada yang perlu dibahas lagi gitu loh soal masa lalu gue, iya kan? Nah tuh, Mbak Taylor udah setuju. Btw, tenang aja Mbak Taylor, lirik lagu-lagu Mbak Taylor sama fanfiction tentang Mbak Taylor masih setia bobo di singgasana saya ini. Halah lebay! Seperti judul postingan gue ini. Gue pengen PINDAH. Bukan ke Meikarta, ya! Bukannnnn!!!!! Kalau kalian kangen sama cerpen-cerpen gue (gue yakin nggak ada juga sih yang kangen sama cerpen-cerpen gue. iyalah ly, emang lo siapa!). KALI AJA A

All Too Well

Gambar
I walked through the door with you The air was cold, but something 'bout it felt like home somehow Left my scarf there at your sister's house And you still got it in your drawer, even now Oh, your sweet disposition, and my wide eyed gaze We're singing in a car getting lost upstate Autumn leaves falling down like pieces into place And I can picture it after all these days And I know it's long gone and that magic's not here no more And I might be okay, but I'm not, fine at all Cause here we are again on that little town street You almost ran the red cause you were looking over to me Wind in my hair, I was there I remember it all too well Photo album on my counter, your cheeks were turning red You used to be a little kid with glasses in a twin size bed And your mother's telling stories 'bout you on a tee-ball team You tell me 'bout your past thinking your future was me Cause here we are again in the m

Sepenggal Kisah Anak Timur

Selembar kertas masih berada di tanganku. Ayah menatapku ¾ juga selembar kertas di tanganku ¾ sambil tersenyum. “Ayah sudah tau, Nak.” “Tapi saya merasa keberatan.” “Papua tidak sekejam yang kau bayangkan, Nak. Kerusuhan, perang antar suku, tidak terjadi setiap hari juga, toh? Lagi pula kau sudah dewasa, sudah pandai membawa diri, sudah dapat sabuk hijau juga, kan? Cuma dikirim ke Papua saja kok takut?” “Bukan karena takut, Yah. Aku cuma keberatan meninggalkan keluarga. Papua itu jauh, Yah.” “Ayah tau, kau tak perlu takut. Ayah pasti doakan yang terbaik untuk kamu. Lagi pula, kan masih ada Marni yang bisa merawat Ayah. Kau tak perlu khawatir, Nak.” Senyum simpul di bibir kering Ayah meluluhkan hatiku. Sore itu juga aku segera merapikan barang-barangku dan menuju Papua keesokan harinya. *** Fauzi duduk di sampingku. Sesekali ia melirik, lalu melemparkan pandangannya ke objek lain. “Ada apa?” tanyaku. “Kondisi di sana lagi nggak aman,” katanya datar.

Brother & Mother

“Brengsek! Biadab! Arrrgghh!!!” Tak hentinya ia memaki, bolak-balik, melempari apa pun yang dilihatnya. Begitulah kakakku. Kalau sudah marah, diberi emas puluhan kilo pun tak akan bisa menghilangkan kemarahannya. Ya, karena ia tau, mana ada yang mau memberinya emas puluhan kilo. Hihihi. “Apa lo liat-liat? Gue tetep ganteng kan biar lagi marah?” Dan, bukkk! Ia berhasil melemparku dengan bantal saat tau sepasang mataku mengawasinya. “Najis,” balasku. “Lagian ngapain sih lo marah-marah gajelas, hah? Kalo Mama liat rumah berantakan, bisa habis Mbak Siti diomelin Mama. Tau sendiri, Mama kalo udah kecapekan terus liat rumah kayak kapal pecah emosinya nggak bisa ditahan. Sama sih kayak elo!” cetusku panjang lebar. “Heh, nggak pernah diajarin sopan santun lo, ya? Makanya sekolah tuh di kota, jangan di pelosok hutan jati!” Sialan, benci kali aku jika ia sudah berkata begitu. Membanding-bandingkan sekolahku dengan sekolahnya. Memang sih, aku bersekolah di sekolah

Puisi Tentang Keindahan Alam

Alam Permai (Karya: Ananda Fadillah Akbar) Kicau burung terdengar merdu Ku pandang sekitarku Dimanakah aku? Begitu indah ciptaan-Mu Kupu-kupu mengepakkan sayapnya Begitu indah warnanya Hinggap dari satu bunga ke bunga lainnya Elok nian gerak-geriknya Sang mentari telah di ufuk barat Masih terasa begitu hangat Alam ini akan selalu kurawat Akan Tuhan aku teringat Terima kasih Tuhan Mentari tenggelam, Kau ganti dengan bulan Langit gelap menyembunyikan awan Di alamku yang permai aku merasa aman

Modus Everywhere

Tak pernah percaya dengan kata-kataku. Begitulah sifatmu. Egois, ingin selalu jadi pusat perhatian. Siapa yang tidak jengkel dengan sifatmu itu? Bahkan, aku telah berkumpul dengan para korbanmu. Yang telah kau goda dengan manisnya, kemudian kau tinggalkan luka. Kebencian kau sarangkan dalam benak kami, para korbanmu. “Bisa nggak, sih, nggak usah merasa paling ganteng!” bentakku waktu itu. Bukan merasa tersentuh, kau malah makin menjadi. Aku, Afifa, Karina. Siapa lagi yang hendak kau jadikan korban? Adik kelas itukah? Yang selalu menggunakan jaket abu-abu tiap dingin memeluknya dikala pagi. Dimana para dara berkumpul, di situ kau menebar senyum. Bermodal motor ninja pemberian ayahmu, kau tebar pesonamu setiap sore di taman kota itu. Mengedipkan mata dari satu wanita ke wanita lain. Sampai suatu kejadian membuatmu menyadari, kata-kataku tak pernah salah. Dengan terbaring di rumah sakit, kau genggam tanganku. “Maaf, aku nggak tebar pesona lagi, deh. Lain kali, aku bakal

November Rain

Dua belas malam. Bahkan ketika jiwa-jiwa yang lain telah terlelap damai, ada yang memutuskan untuk membagi kisahnya pada sebuah situs. Dengan mata berkaca-kaca yang membasahi kacamatanya. Gemercik hujan di luar samar-samar terdengar. Seorang gadis asyik di depan laptop diiringi lagu-lagu kesukaannya. It rains when you're here and it rains when you're gone. Cause I was there when you said forever and always... Raina menghela nafasnya. Ada bayang-bayang semu yang melambai-lambai seperti meminta untuk dikenang lagi. “Aku lelah!” batinnya. Sambil melepas kacamatanya, ia menyandarkan punggungnya pada bantal yang disandarkannya ke tembok. Ia meraih laptop dan memangkunya. Alih-alih pandangannya bergerak ke jendela. Entah, tiba-tiba ada rasa sesak, ada air mata yang ingin jatuh tapi Raina tak mengizinkannya. Lagu berjudul Forever & Always milik Taylor Swift berhenti mengalun. Raina mencoba memutar ulang lagu itu bersama kenangannya.